Rabu, 13 Maret 2013

Memimpikan Bandung menjadi Kota Dunia


Memimpikan Bandung menjadi Kota Dunia

 Pikiran Rakyat, April 2008
”Saya benci Bandung”, kata seorang  pengusaha Jakarta di Sabtu sore. ”Semrawut, makin panas, sering macet dan sistem lalu lintasnya sering berubah, membingungkan”.  Itulah sekelumit citra negatif yang sering diutarakan oleh sebagian pelancong dari luar kota. Terutama ketika mereka datang di akhir pekan.

”Kami menyukai Bandung”, ujar beberapa pelancong yang dijumpai di jalan Dago. ”Kotanya masih teduh, sekolahnya bagus-bagus, dekat dengan  suasana pegunungan, anak-anak mudanya kreatif dan wisata belanjanya menyenangkan”.  Cukup melegakan mendengar pujian mereka tentang Bandung.

Itulah yang terjadi. Bandung adalah paradoks. Kadang dirindu. Kadang dibenci. Bandung disukai karena suasana santainya, namun digerutui karena kemacetannya. Didatangi karena kualitas universitasnya, namun ditinggalkan karena minim peluang berkarirnya. Dipuji karena banyak ahli kota dan arsiteknya, namun diejeki karena minimnya inovasi dan kesemrawutan kotanya

Bandung adalah persilangan sebuah kota yang kaya dengan arsitektur bersejarah dengan lingkungan alam Parahyangan yang menenangkan hati. Di Bandung banyaknya perguruan tinggi yang didukung oleh stabilitas sosial yang terbuka dan kondusif adalah konteks unik yang melahirkan budaya kosmopolitan global yang berbeda dengan konteks kental religius ala Bali atau konteks patuh tradisi alaYogya.

Kosmopolitan dan kontemporer adalah karakter khas Bandung. Irisan dan persilangan unik khas Bandung ini melahirkan banyak peluang, terutama yang berkaitan dengan kekuatan ekonomi yang lahir dari tingginya kreativitas dan inovasi generasi mudanya. Ekonomi yang lahir dari kekuatan berpikir. Dari kekuatan ’human capital’ atau yang sering disebut dengan istilah’creative economy’.

***

Di tatar Parahyangan ini banyak tersembunyi kegiatan-kegiatan ekonomi berbasis inovasi dan kreativitas tanpa banyak kita hapal. Di Bandung terdapat pusat-pusat riset teknologi seperti LIPI, Pusat mikroelektronika, RISTI, MDIC, Eckman Center, Batan dan Microsoft Innovation Center at ITB. Di kota kreatif ini pula terdapat perusahaan teknologi seperti Omedata semikonduktor, LEN, INTI, CMI telkom, Harif Tunggal telekomunikasi, Daya Engineering, Quasar telekom dan  PT Dirgantara.

Di Bandung pula, peluang-peluang ekonomi kreatif berbasis gaya hidup atau lifestyletumbuh subur.  Factory Outlet hadir dengan omset milyaran rupiah perbulan. Industri Distro (distribution store) anak muda Bandung  yang kosmopolitan   dengan desainclothing unik tumbuh dengan super cepat dan menjalar ke kota-kota lainnya.  

Tidak heran, suasana kreatif dan alam yang unik di tatar Parahyangan ini membuat industri musik  pun berkembang. Grup musik terkenal seperti Peterpan, Seurieus, Mocca, Laluna, PAS, Rif, Elfa, Krakatau hadir berbarengan dengan belasan grup musik Indie seperti Changcuters, Burgerkill, Besides, Pure Saturday dan komunitas underground musik yang produktif di Ujung Berung. Galeri-galeri seni kelas internasional juga tumbuh pesat di bandung, seperti Galeri Barli, Galeri Sumarja, Galeri Jehan, Galeri Padi, dan Selasar Sunaryo yang aktif dengan kegiatan seni internasionalnya sebagai agenda agenda rutinnya.

Di dunia arsitektur, progresivitas berpikir dan desain eksperimental arsitek-arsitek Bandung  cukup jauh meninggalkan kota-kota lainnya. 70 persen-an pemenang sayembara nasional arsitektur selalu dari Bandung. Prestasi ini terjadi karena suasana komunitas, dialog dan iklim akademiknya yang kondusif dan inspiratif. Tahun 2007 URBANE menjadi satu-satunya firma kecil dari Bandung yang masuk 10 besar arsitek Indonesia verisi BCI awards, yang mengukur kerberhasilan firma arsitektur dari kuantitas nilai bisnisnya. Bahkan pemenang pertamaYoung Design Entrepreneur of the Year dari British Council, dimenangkan oleh warga Bandung 2 tahun beruturut-turut.


***

Di sisi lain, salah satu syarat menjadi kota kelas dunia adalah kualitas infrastruktur fisik kota dan ruang publiknya. Inilah kelemahan kota Bandung. Tidak ada kemajuan yang berarti dari segi pembanguan fisik dan sarana kota kecuali jembatan Pasupati. Sarana kota seperti Stadion Siliwangi yang sudah uzur, taman-taman kota yang tidak jelas konsepnya, Gelora Saparua yang sudah tidak layak pakai, adalah contoh-contoh buruknya. Dari sudut pandang prasarana, tragedi konser musik di Braga menjadi salah satu bukti, bagaimana aspirasi dan antusiasme kegiatan ekonomi kreatif tidak terwadahi oleh tempat yang layak.

Pemerintah kota dan propinsi seharusnya bisa melihat bagaimana investasi di fasilitas publik dengan arsitektur progresif bisa mengangkat ekonomi kota melompat ke level internasional. Seperti halnya kehadiran Museum Guggenheim di kota Bilbao Spanyol yang berdiri di bekas stasiun yang terbengkalai. Karena publikasi yang mendunia, sekitar empat jutaan pelancong datang ke kota tersebut hanya untuk melihat keunikan museum yang dirancang oleh superstar arsitek Frank Gehry. Jutaan pelancong itulah dalam 4 tahun yang membawa devisa 14 trilyun rupiah ke kota industri di Spanyol ini. Kesimpulannya, arsitektur publik yang baik dan progresif, seperti halnya Esplanade di Singapura atau Sydney Opera House di Australia, mampu menyumbangkan devisa yang besar bagi ekonomi kotanya.

Di sisi lain, pemerintah seringkali tidak mampu menahan pihak-pihak swasta yang tidak bertanggung jawab untuk berinvestasi namun merusak fisik kota Bandung atas nama investasi dan pertumbuhan ekonomi.  Rencana Babakan Siliwangi yang akan dikomersilkan,  kawasan Punclut yang digerus, beberapa Factory Outlet di Dago yang merusak karakter arsitektur Art Deco dan melanggar sempadan adalah contoh-contohnya.

Karenanya jangan heran jika banyak orang-orang pintar pergi dari Bandung setelah mereka lulus. Mereka hanya menumpang lewat. Mereka tidak melihat iklim kota Bandung dan sarana kotanya cukup kondusif untuk melakukan inovasi-inovasi dan bisnis yang selayaknya.  Sementara otak-otak kreatif yang tinggal dan berbisnis di Bandung hanya bisa  menggerutu dan bertahan semampunya tanpa bantuan dan dukungan yang signifikan dari pemerintah,


***

Kekuatan Bandung terbesar ada pada aset kualitas manusianya. Inilah kekuatan Bandung di masa depan.  Inilah tiket bersaing global. Jangan sampai ribuan orang-orang kreatif dan pintar ini selalu pergi ke Jakarta atau Singapura setelah mereka lulus sekolah di Bandung, Mereka harus diakomodasi untuk berbisnis dan berkarir di Bandung. Mereka harus distimulasi untuk mencintai kota Bandung. 

Karenanya pemerintah harus berinvestasi dengan 2 cara. Pertama, investasi dalam bentuk dukungan instrumen kebijakan ekonomi yang kondusif dan jangka panjang. Instrumen ini untuk mendorong investasi ekonomi kreatif mengalir dan eksis di Bandung. Sehingga orang-orang kreatif dan pintar dari luar kota pun mau dan tertarik untuk pindah ke Bandung dengan membawa kapital, ide-ide kreatif atau inovasi-inovasi bisnisnya.

Kedua, pemerintah harus berinvestasi memperbaiki infrastruktur dan sarana kota. Memperbaiki lalu lintas, memperbanyak gedung-gedung pertunjukan atau galeri, memelihara dan mempercantik bangunan-banguan bersejarah, berinovasi dalam ruang hijau kota atau menyuntikkan seni dalam penataan kawasan kota. Ingat, kreativitas dan inovasi mudah lahir dari wadah yang inspiratif.

Persaingan dunia bukan lagi antar negara, tapi antar kota.  Karena itulah strategi-strategi perencanaan kota yang inovatif  sudah dilakukan oleh kota London, Glasgow, Taipei, Singapura, Bangalore, Buenos Aires dalam merespon ekonomi baru ini. Kebijakan ekonomi kreatif yang responsif dan peningkatan kualitas sarana kota, bersatu kompak bagai dua sisi dalam satu koin uang. Pemerintah kota Bandung sudah saatnya berpikir inovatif diluar norma-norma standar pengelolaan kota-kota Indonesia. Kita harus berpikir dan berinovasi seperti kota-kota dunia.

”Bandung Kota Dunia” bukanlah hanya mimpi. Kita sudah punya modal awal yaitu aliran sumber daya manusia yang kreatif dan kompetitif berkelas dunia. Modal ini harus disempurnakan dengan kualitas sarana kota yang berkelas dunia pula. Inilah reposisi dan wajah baru  Bandung di era milenium. Wajah baru yang menyempurnakan era Bandung sebagai wajah pemersatu Asia Afrika tahun 1955.  Jangan biarkan mimpi ini mati sebagai mimpi. Mari sama-sama bekerja keras menghadiahkan masa depan yang indah untuk generasi cucu kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar