Jumat, 15 Maret 2013


Onduline Green Roof Award – Tropical Green Roof Design Competition

05-03-2013
Dari: Monday, 25 February 2013 00:00:00 - hingga: Friday, 30 August 2013 17:00:00
Semakin berkembangnya pertumbuhan properti di tanah air dan kebutuhan masyarakat atas standar bangunan publik yang lebih baik, secara langsung menuntut industri konstruksi dan usaha jasa konsultansi serta sektor lain yang terkait untuk terus menggali teknologi yang lebih baru dan lebih inovatif.
Perlunya kreativitas yang tinggi dari para perancang dalam mendesain atap dan pengetahuan yang lebih dalam tentang pemilihan bahan untuk atap, mendorong PT Onduline Indonesia untuk mengadakan kompetisi desain yang bertemakan "Tropical Green Roof", untuk menampung ide-ide yang dapat menjadi salah satu sumber informasi yang penting bagi perkembangan dunia konstruksi di Indonesia pada masa depan.

Sayembara ini berlangsung dari tanggal 25 Februari – 30 Agustus 2013 dengan total hadiah Rp 50.000.000 dan Ekslusif Tour ke Italia, yang didukung oleh Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Green Building Council Indonesia (GBCI) dan BCI Asia, dan terbatas bagi kalangan profesional perorangan di bidang konstruksi (arsitek, desainer interior, developer/pengembang, konsultan perencana, kontraktor pelaksana yang telah berprofesi minimal 1 tahun).

SYARAT & KETENTUAN

  1. Peserta adalah Warga Negara Indonesia, perorangan professional dibidang arsitek, desainer interior, developer (pengembang), konsultan perencana, kontraktor pelaksana yang telah berprofesi minimal 1 tahun.
  2. Gagasan desain adalah karya asli peserta dan belum pernah dipublikasikan dan diikutsertakan dalam lomba apapun. Bagi karya yang sudah diimplementasikan dalam bentuk bangunan jadi (terbangun) memiliki batasan waktu pembangunan berjalan maksimal 1 tahun.
  3. Karya yang masuk tidak akan dikembalikan dan penyelenggara berhak mempublikasikan karya tersebut
  4. Hak Cipta atas karya tetap melekat pada perancang
  5. Karya yang diikutsertakan adalah karya perorangan yang belum pernah dipublikasikan untuk kepentingan apapun.
  6. Setiap satu formulir hanya berlaku untuk satu karya, dengan nomor formulir pendaftaran masing-masing.
  7. Formulir pendaftaran dapat didownload melalui website PT Onduline Indonesia www.onduline.co.id , diakses melalui web site GBCI Indonesia: www.gbciindonesia.org , IAI: www.iai.or.id | www.sayembara-iai.org | www.iai-jakarta.org, atau melalui outlet pendaftaran yang ditunjuk (PT Onduline Indonesia)

TIM JURI PENILAI

  • Tatok Prijobodo, Country Director, PT Onduline Indonesia
  • Naning Adiwoso, Chief of Founders Green Building Council Indonesia
  • Ir.Adi Purnomo, Senior Achitect, Founder of Mamo Studio

PERSYARATAN KARYA

  1. Setiap peserta bebas menentukan desain penyelesaian dan instalasi bentuk atap sesuai dengan iklim tropis di Indonesia, namun dapat tetap diaplikasikan di lapangan, mempunyai panduan pemasangan dan diharapkan pemilihan desain tersebut dapat memberi solusi yang jitu dalam menghadapi perubahan iklim, misalnya: mengurangi emisi karbon.
  2. Setiap peserta diperbolehkan untuk menggunakan teknologi alternatif pendukung seperti "Green Roof" atau sejenisnya yang dapat menambah perolehan nilai dalam faktor desain dan kreativitas.
  3. Bahan bangunan atap yang digunakan harus mempunyai fungsi untuk mengurangi panas yang masuk ke dalam bangunan, mudah pemeliharaanya serta memiliki nilai estetik dalam arsitektural sehingga indah dilihat.
  4. Setiap peserta bebas memilih jenis bahan bangunan, namun untuk penyelesaian atap diutamakan menggunakan produk Onduline, Onduvilla serta pendukungnya
  5. Bahan bangunan atap yang dipilih memiliki kriteria "Lightweight", "Eco-friendly Material", "Low Carbon Emission" yang sesuai dengan standar dan spesifikasi untuk daerah iklim tropis lembab di Indonesia.
  6. Luasan bangunan atap minimum 150 m2 dan maximum 500 m2.
  7. Konsep atas pemilihan material dan bentuk rancangan diutamakan yang berbasis riset.

PEMASUKAN KARYA

  1. Standar ukuran kertas harus menggunakan kertas ukuran A3 dengan maximal 5 lembar.
  2. Skala ukuran yang digunakan bebas menyesuaikan ukuran bangunan.
  3. Media penyajian dibuat dalam bentuk file PDF (maksimal 5 MB) atau sketsa
  4. Materi desain dikirimkan melalui email greenroofaward@onduline.co.id atau ke alamat :
    Alam Sutera Town Centre (ASTC) Blok 10C No.3
    Jl Boulevard Alam Sutera,Serpong - Tangerang 15325
    Up : PANITIA PENYELENGGARA ONDULINE GREEN ROOF AWARD
  5. Materi desain yang dikirimkan tanpa identitas asli peserta, identitas yang dicantumkan hanya nomor pendaftaran ( 5 digit nomer handphone terakhir)
  6. Identitas peserta dilengkapi melalui registrasi online pada website www.onduline.co.id atau mengisi form registrasi yang dapat di download pada website www.onduline.co.id
  7. Batas waktu peyerahan karya paling lambat 30 Agustus 2013 (peserta yang mengirimkan hasil karya akan mendapatkan konfirmasi dari pihak penyelenggara)

HADIAH

Hadiah pemenang Onduline Green Roof Award 2013 :
  1. Pemenang pertama
    1. Uang Tunai Rp 20.000.000
    2. Ekslusive Tour ke Italy (seluruh akomodasi akan ditanggung oleh PT Onduline Indonesia) dan mengunjungi Pabrik Onduline di Italy
  2. Pemenang kedua
    1. Uang Tunai Rp 15.000.000
    2. Ekslusif Pembicara untuk acara Onduline
    3. Menjadi Pembicara tamu untuk acara Onduline
  3. Pemenang ketiga mendapatkan :
    1. Uang Tunai Rp 10.000.000
    2. Ekslusif Pembicara untuk acara Onduline
    3. Menjadi Pembicara tamu untuk acara Onduline
  4. 2 pemenang harapan masing-masing mendapatkan hadiah IPAD 2
** Pajak hadiah ditanggung PT Onduline Indonesia

PENGHARGAAN

  1. Seluruh karya desain dari lomba ONDULINE GREEN ROOF AWARD 2013 akan dibukukan dalam buku "TROPICAL GREEN ROOF DESIGN" dan didistribusikan secara Nasional.
  2. Semua peserta yang mengirimkan hasil karya, namanya akan dicantumkan dalam buku dan website khusus.
  3. Bagi anggota IAI yang menyerahkan karya akan mendapatkan nilai KUM 10 poin.
  4. Akan masuk dalam website Onduline Group Global
  5. Pemenang 1,2 dan 3 akan menjadi National Guest Speaker PT Onduline Indonesia untuk acara ONDUPRO

PENGUMUMAN PEMENANG :

  1. Panitia menentukan 3 pemenang utama dan 2 pemenang harapan setelah dilakukan penilaian oleh dewan juri dan pengumuman hasil (Awarding Night) akan dilaksanakan pada tanggal 20 September 2013
  2. Para pemenang akan dihubungi oleh panitia lomba.
  3. Panitia diberikan hak sepenuhnya untuk mempublikasikan 50 karya terbaik, baik dalam bentuk media cetak, digital, siaran radio, televisi maupun media lainnya.
  4. Hadiah tidak dapat diganti dengan hadiah lainnya atau dipindahtangankan.
  5. Pemenang wajib mengikuti jadwal keberangkatan tur yang telah di tetapkan oleh panitia.
  6. Keputusan Panitia dan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugat.

ALAMAT PENYELENGGARA

PANITIA ONDULINE GREEN ROOF AWARD
Alam Sutera Town Centre (ASTC) Blok 10C No.3
Jl Boulevard Alam Sutera,Serpong - Tangerang 15325
Tel +62 21 2921 1490
Fax +62 21 2921 1545
Contact Person :
Reissa Siregar (08118202636)
Email : greenroofaward@onduline.co.id
Website : www.onduline.co.id
*** Hati-hati penipuan! Panitia tidak bertanggungjawab atas segala bentuk penipuan yang terjadi atas nama sayembara ini.

original post: http://www.iai.or.id/sayembara/daftar-sayembara/onduline-green-roof-award-2013.html

Bandung Tempo Doeloe 2




Bandung Tempo Doeloe 2


Kembali mengenang Bandung

Kamis, 14 Maret 2013

Belajar Arsitektur


Arsitektur Tradisional Jawa

Rumah Tradisional Jawa

Rumah merupakan sesuatu yang penting karena mencerminkan papan (tempat tinggal), disamping dua macam kebutuhan lainnya yaitu sandang (pakaian) dan pangan (makanan). Karena rumah berfungsi untuk melindungi dari tantangan alam dan lingkungannya. Selain itu rumah tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan utamanya saja. Tetapi dipergunakan untuk mewadahi semua kegiatan dan kebutuhan yang ada di dalam rumah tersebut.

Rumah Jawa lebih dari sekedar tempat tinggal. Masyarakat Jawa lebih mengutamakan moral kemasyarakatan dan kebutuhan dalam mengatur warga semakin menyatu dalam satu kesatuan. Semakin lama tuntutan masyarakat dalam keluarga semakin berkembang sehingga timbullah tingkatan jenjang kedudukan antar manusia yang berpengaruh kepada penampilan fisik rumah suatu keluarga. Lalu timbulah jati diri arsitektur dalam masyarakat tersebut.

Rumah Jawa merupakan lambang status bagi penghuninya dan juga menyimpan rahasia tentang kehidupan sang penghuni. Rumah Jawa merupakan sarana pemiliknya untuk menunjukkan siapa sebenarnya dirinya sehingga dapat dimengerti dan dinikmati orang lain. Rumah Jawa juga menyangkut dunia batin yang tidak pernah lepas dari kehidupan masyarakat Jawa.

Bentuk dari rumah Jawa dipengaruhi oleh 2 pendekatan yaitu :

a) Pendekatan Geometrik yang dikuasai oleh kekuatan sendiri
b) Pendekatan Geofisik yang tergantung pada kekuatan alam lingkungan.

Kedua pendekatan itu akhirnya menjadi satu kesatuan. Kedua pendekatan mempunyai perannya masing-masing, situasi dan kondisi yang menjadikan salah satunya lebih kuat sehingga menimbulkan bentuk yang berbeda bila salah satu peranannya lebih kuat. Rumah Jawa merupakan kesatuan dari nilai seni dan nilai bangunan sehingga merupakan nilai tambah dari hasil karya budaya manusia yang dapat dijabarkan secara keilmuan.

Bentuk rumah tradisional jawa dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan bentuk. Secara garis besar tempat tinggal orang jawa dapat dibedakan menjadi:
1) Rumah Bentuk Joglo
2) Rumah Bentuk Limasan
3) Rumah bentuk Kampung
4) Rumah Bentuk Masjid dan Tajug atau Tarub
5) Rumah bentuk panggang Pe

Rumah Joglo

Dibanding 4 bentuk lainnya, rumah bentuk joglo merupakan rumah joglo yang dikenal masyarakat pada umumnya.

Rumah Joglo ini kebanyakan hanya dimiliki oleh mereka yang mampu. Hal ini disebabkan rumah bentuk joglo membutuhkan bahan bangunan yang lebih banyak dan mahal daripada rumah bentuk yang lain. Masyarakat jawa pada masa lampau menganggap bahwa rumah joglo tidak boleh dimiliki oleh orang kebanyakan, tetapi rumah joglo hanya diperkenankan untuk rumah kaum bangsawan, istana raja, dan pangeran, serta orang yang terpandang atau dihormati oleh sesamanya saja. Dewasa ini rumah joglo digunakan oleh segenap lapisan masyarakat dan juga untuk berbagai fungsi lain, seperti gedung pertemuan dan kantor-kantor.

Banyak kepercayaan yang menyebabkan masyarakat tidak mudah untuk membuat rumah bentuk joglo. Rumah bentuk joglo selain membutuhkan bahan yang lebih banyak, juga membutuhkan pembiayaan yang besar, terlebih jika rumah tersebut mengalami kerusakan dan perlu diperbaiki.

Kehidupan ekonomi seseorang yang mengalami pasang surut pun turut berpengaruh, terutama setelah terjadi penggeseran keturunan dari orang tua kepada anaknya. Jika keturunan seseorang yang memiliki rumah bentuk joglo mengalami penurunan tingkat ekonomi dan harus memperbaiki serta harus mempertahankan bentuknya, berarti harus menyediakan biaya secukupnya. Ini akan menjadi masalah bagi orang tersebut. Hal ini disebabkan adanya suatu kepercayaan, bahwa pengubahan bentuk joglo pada bentuk yang lain merupakan pantangan sebab akan menyebabkan pengaruh yang tidak baik atas kehidupan selanjutnya, misalnya menjadi melarat, mendatangkan musibah, dan sebagainya.

Pada dasarnya, rumah bentuk joglo berdenah bujur sangkar. Pada mulanya bentuk ini mempunyai empat pokok tiang di tengah yang di sebut saka guru, dan digunakan blandar bersusun yang di sebut tumpangsari. Blandar tumpangsari ini bersusun ke atas, makin ke atas makin melebar. Jadi awalnya hanya berupa bagian tengah dari rumah bentuk joglo zaman sekarang. Perkembangan selanjutnya, diberikan tambahan-tambahan pada bagian-bagian samping, sehingga tiang di tambah menurut kebutuhan. Selain itu bentuk denah juga mengalami perubahan menurut penambahannya. Perubahan-perubahan tadi ada yang hanya bersifat sekedar tambahan biasa, tetapi ada juga yang bersifat perubahan konstruksi.

Dari perubahan-perubahan tersebut timbulah bentuk-bentuk rumah joglo yang beraneka macam dengan namanya masing-masing. Adapaun, jenis-jenis joglo yang ada, antara lain : joglo jompongan, joglo kepuhan lawakan, joglo ceblokan, joglo kepuhan limolasan, joglo sinom apitan, joglo pengrawit, joglo kepuhan apitan, joglo semar tinandu, joglo lambangsari, joglo wantah apitan, joglo hageng, dan joglo mangkurat.

Belajar Arsitektur


ARCHITECTURE MODERN



Arsitektur modern itu timbul karena adanya kemajuan dalam bidang teknologi yang membuat manusia cenderung untuk sesuatu yang ekonomis, mudah dan bagus. Hal itu dapat dilihat dari adanya penemuan – penemuan seperti dinamit yang memudahkan manusia untuk menggali lubang atau penggunaan mesin yang dapat mempercepat produksi dan menghemat tenaga manusia. Tapi itu semua tidak membuat manusia senang karena penggunaanya yang disalahgunakan, karena dinamit yang mestinya membantu manusia malah mencelakakan manusia, yang memudahkan manusia malah menyulitkan manusia itu sendiri. Berarti apa yang dibuat didalam jaman modern itu belum tentu bagus/masih ada kekurangannya. Dikatakan masih ada kekurangannya karena yang diciptakan manusia itu pada dasarnya tidak ada yang sempurna selain itu penggunaan yang disalah gunakan bisa membuat karya manusia itu berbalik menjatuhkan manusia itu sendiri.
Arsitektur Modern sebelum Perang Dunia I dimulai dengan adanya pengaruh Art Nouveau yang banyak menampilkan keindahan plastisitas alam, dilanjutkan dengan pengaruh Art Deco yang lebih mengekspresikan kekaguman manusia terhadap kemajuan teknologi. Konsep tersebut kemudian dimanifestasikan ke dalam media arsitektur dan seni, serta gaya hidup. 

Bagian-bagian dalam arsitektur modern adalah :
1. arsitektur modern
2 arsitektur art Nouveau
3 arsitektur brutalist
4. arsitektur konstruksi
5. arsitekturEkspresionist
6. arsitektur futurist
7. arsitektur fungsional
8. gaya internasional
9. gaya organik
10.gaya post modern
11.gaya visionari 

Belajar Arsitektur


Gambar 1.1A.1
Villa Savoye kepunyaan Le Corbusie, contoh arsitektur modern.
Arsitektur modern adalah suatu istilah yang diberikan kepada sejumlah bangunan dengan gaya karakteristik serupa, yang mengutamakan kesederhanaan bentuk dan menghapus segala macam ornamen. Pertama muncul pada sekitar tahun 1900. Pada tahun 1940 gaya ini telah diperkuat dan dikenali dengan Gaya Internasional dan menjadi bangunan yang dominan untuk beberapa dekade dalam abad ke 20 ini.
Asal dan karakteritis arsitektur modern sampai sekarang ini masih di perdebatkan dalam kalangan arsitek.
Beberapa sejarawan melihat perkemabang arsitektur modern sebagai perihal sosial yang kelat kaitannya terhadap pembaharuan dan keringanan, suatu hasil dari perkembangan sosial dan politis.
Arsitektur lainnya yang melihat gaya modern sebagai sesuatu yang di kendalikan oleh teknologi dan pengembangan produk dan dengan munculnya bahan-bahan yang dipakai dalam membangun gaya bangunan modern seperti material besi, baja, kaca dan beton menambahkan pengetahuan bahwa gaya modern adalah sebuah penemuan baru dalam bidanga Revolusi Industri. Pada tahun 1796, Shrewsbury dengan gaya desainnya ohwis yang ‘ tahan api’, yang mana gaya ini bersandar pada besi cor dan batu bata. Konstruksi seperti itu sangat memperkuat struktur bangunan, yang memungkinkan mereka untuk mengakomodasi banyak mesin yang lebih besar.
Sejarawan lain menghormati pandangan moderen sebagai suatu reaksi melawan terhadap gaya ekletik dan mencurahkan perhatian mereka kepada gaya Jaman Victorian dan gaya Seni Nouveau.
Apapun yang menjadi penyebab pada tahun 1900 sejumlah arsitek di seluruh muka bumi mulai mengembangkan gaya arsitektur mereka beralih dari arsitektur yang klasik ( Gotik sebagai contoh) dengan berbagai kemungkinan teknologi baru. Arsitek Louis Sullivan dan Frank Llyod Wright di Chicago, Viktor Horta di Brussels, Antoni Gaudi di Barselona, Otto Wagner di Vienna dan Charles Rennie Mackintosh di Glasgow, dan masih banyak lagi arsitektur modern lainnya berusaha membangun gaya modern pada bangunan dengan meninggalkan gaya lama.
Contoh bangunan gaya modern
Gambar 1.1.2
Istana Kaca (1935) di belanda arsitektur Frits Peutz, dibuat dengan konsentrasi kaca dan baja
Sejak tahun 1920 yang paling terpenting dalam gaya bangunan adalah gaya arsitektur modern yang telah menetapkan reputasi mereka. Tiga arsitektur modern terbesar adalah Le Corbusier di Perancis, Mies van der Rohe dan Walter Gropius di Negara Jerman. Mies van der Rohe dan Gropius keduanya adalah arsitektur yang menangani gaya Bauhaus.
Arsitek Frank Llyod Wright sangat berpengaruh dalam perkembangan arsitektur modern di Eropa. Wright adalah salah satu dari sekian banyaknya arsitektur yang sangat berpengaruh dalam dunia perarsitekturan. Pada tahun 1932 didakan pameran MOMA, Pameran Internasional Arsitektur Modern, yang dilakasanakan oleh Philip Johnson dan kolaborator Henry-Russell Hitchcock.
Gambar 1.1.3
Gedung Skyceeper yang melambangkan arsitektur modern




Archive for category Definisi Arsitektur

Rumah Tumbuh



Rumah Tumbuh adalah sebuah solusi cerdas dalam membangun rumah impian di kota besar dengan dana yang terbatas. Rumah tumbuh adalah berpikir jangka panjang dengan tanpa mengorbankan keinginan ideal meskipun dana yang kita miliki sekarang tidak mencukupi. Membangun rumah dengan konsep rumah tumbuh akan membuat kita lebih bijak serta tidak bekerja dua kali dalam merealisasikan mimpi kita untuk memiliki rumah yang ideal. Itulah salah satu alasan klien kami menginginkan rumahnya di desain dengan konsep rumah tumbuh.
Selain pemikiran jangka panjang akan keinginan memiliki sebuah rumah idaman, mereka juga berpikir bagaimana caranya untuk tidak terlalu memaksakan diri untuk memiliki rumah idaman tersebut. Caranya ialah dengan membangun rumah secara bertahap, sesuai dengan kemampuan keuangan serta kebutuhan ruang yang ada sekarang. Kemudian nantinya akan bertambah ruang – ruangnya sesuai dengan kebutuhan tanpa harus membongkar lagi, sedangkan rumah tetap sehat dan secara struktural tetap kuat.
Desain fasad rumah ini sengaja di rancang seolah-olah selesai, sehingga tampilannya tetap menarik. Sedangkan untuk atapnya sendiri merupakan dak yang nantinya akan menjadi dak lantai 2, jadi tidak perlu memakai atap genteng. kalau di perhatikan sekilas, rumah ini adalah rumah 1 lantai dengan atap dak. Pemilihan warna dan bentuk merupakan murni rekomendasi dari tim arsitek, setelah melakukan survey ke lokasi. Bentuk dan warna yang dipilih sengaja untuk menjadikan rumah ini tampil lebih modern, bersih dan ‘eye catching’. Sedangkan aksen warna hijau toska membuat rumah ini terlihat lebih segar.
Interior Rumah Tumbuh
Berada di lahan yang cukup terbatas, hanya memiliki luas lahan 8×12 m2. Rumah yang beralamatkan di perumahan Griya Karya Sedati Permai Blok I/5 Sidoarjo ini awalnya adalah rumah tipe 36. Klien lalu ingin merenovasi rumahnya dengan mengusung konsep ‘Rumah Tumbuh’. Klien adalah pasangan suami istri dengan 3 orang anak yang masih kecil. Sehingga secara kebutuhan ruang hanya memerlukan 2 kamar tidur saja, karena 2 orang anaknya yg pertama adalah laki-laki sehingga bisa tidur 1 kamar, sedangkan putrinya yg paling kecil baru berusia 4 tahun, sehingga sementara masih bisa tidur sekamar dengan orang tua mereka. Rencana jangka panjang mereka adalah, kalau anak-anak sudah menginjak usia remaja, maka membutuhkan ruang sendiri – sendiri, sehingga pada saat itu kamar yang di butuhkan keluarga ini adalah 4 kamar tidur.
Pada penataan denah, ruang-ruang dirancang secara proporsional dengan luasan yang di sesuaikan kebutuhan dan lahan yang tersedia. Ruang-ruang tersebut sebisa mungkin menghilangkan dinding penyekat khususnya di daerah ruang tamu, ruang keluarga / ruang makan dan dapur.  Ruang tamu dan ruang keluarga / ruang makan hanya di beri perceptual space sehingga ruang-ruang jadi terasa lebih luas.
Akses kedalam rumah dibuat tidak hanya 1 melainkan 3, hal ini untuk memudahkan penghuni rumah untuk masuk ke dalam rumah bila ada tamu yang berkunjung. Dapur berada di area depan, untuk mempermudah akses ketika habis belanja, tanpa perlu melewati ruang tamu dan ruang keluarga/ruang makan.
Keberadaan open space di bagian belakang sangatlah penting, untuk memasukkan cahaya dan udara ke kamar tidur utama, kamar mandi musholla dan ruang keluarga. Hasilnya rumah jadi terang dan nyaman.

Nama Proyek: Growing House
Lokasi Proyek: Griya Karya Sedati Permai Blok I/5, Sidoarjo
Luas Tanah/Banguan: 96/100 m2, Tahun: 2011, Arsitek: Andy Rahman. A, ST. IAI

Tren Arsitektur Terkini

Pergeseran tren arsitektur di Indonesia pada lima tahun terakhir cukup signifikan. Kita bisa merasakannya mulai dari desain-desain rumah, kantor, ruko bahkan gedung tinggi (High Rise Building). Desain-desain bangunan tersebut cenderung lebih simple dan sederhana, namun elegan dan menarik. Inilah yang kita sebut dengan pergeseran tren arsitektur.
Hotel Modern di Surabaya
Arsitektur adalah salah satu cabang ilmu merancang, oleh karenanya arsitektur terkait langsung dengan kreatifitas dan inovasi tiada henti, sama dengan jenis cabang ilmu rancang yang lainnya, seperti interior, desain produk, desain grafis dll. Dimana tiap waktu, tiap bulan, dan tiap tahun akan terus berubah dan berkembang. Sejalan dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri terhadap desain.
Rumah Minimalis Kontemporer
Dalam perkembangannya sendiri, Arsitektur minimalis dan kontemporer telah berhasil di terima dengan baik oleh masyrakat luas, ini terbukti dengan makin banyaknya bangunan-bangunan yang memakai pendekatan minimalis dan kontemporer. Salah satu penyebabnya adalah, masyarakat sudah bosan dengan bentukan-bentukan arsitektur klasik maupun mediteran yang menurut mereka sudah tidak relevan lagi dengan gaya hidup masyarakat jaman sekarang.
Rumah Minimalis Modern
Minimalis sendiri sangat terkait dengan  pola berpikir  dan  cara hidup. Sebuah cara pandang baru dalam melihat desain sebagai refleksi cara hidup masyarakat urban yang serba praktis, ringan, efisien, dan penuh kesederhanaan. Sedangkan Kontemporer  berasal dari kata temporer atau waktu saat ini, menurut istilah adalah waktu yang berubah –ubah , intinya desain itu bersifat present, sedang in, lagi ngetren atau sedang digemari. Sehingga untuk saat ini bisa dikatakan desain minimalis merupakan bagian dari desain kontemporer yang sedang menjadi tren di Indonasia.
Sedangkan tren  adalah apa yang nantinya akan menjadi biasa dan kebanyakan. Dan pada saat tren menjadi sesuatu yang biasa dan kebanyakan, maka tren ini dengan sendiri akan berganti dengan tren yang baru. Itulah dunia desain, dimana arsitektur menjadi salah satu bagiaannya.
Homestay modern di Ponorogo
Dari sinilah kita akan pahami bahwa sebuah tren memang ada masanya, tidak akan bisa lekang oleh waktu. Karena sebuah tren berbanding lurus dengan ‘main set’ masyrakat pada saat tren itu ada. Dan kelahirannya adalah akibat dari sebuah ke-jenuh-an bersama akan sesuatu yang sudah jamak. Sifat mendasar yang dimiliki manusia dimana  existensinya ingin di akui, hal inilah yang mendorong suatu perubahan. Di mana suatu masysarakat yang sudah bosan dengan tren yang sudah ada, akan otomatis menggantinya dengan tren yang baru. Rata-rata sebuah tren arsitektur berkisar antara 15 – 25 th, setelah itu akan ada perubahan tren lagi. Jadi kalau ada pertanyaan apakah desain minimalis itu tidak cepat di tinggalkan? maka jawabnya tergantung anda menerjemahkan rentang waktu 15 – 25 th itu cepat/lama. Karena fenomena seperti ini akan terjadi terus dan berulang tiap 15 – 25 th.

Rabu, 13 Maret 2013

Memimpikan Bandung menjadi Kota Dunia


Memimpikan Bandung menjadi Kota Dunia

 Pikiran Rakyat, April 2008
”Saya benci Bandung”, kata seorang  pengusaha Jakarta di Sabtu sore. ”Semrawut, makin panas, sering macet dan sistem lalu lintasnya sering berubah, membingungkan”.  Itulah sekelumit citra negatif yang sering diutarakan oleh sebagian pelancong dari luar kota. Terutama ketika mereka datang di akhir pekan.

”Kami menyukai Bandung”, ujar beberapa pelancong yang dijumpai di jalan Dago. ”Kotanya masih teduh, sekolahnya bagus-bagus, dekat dengan  suasana pegunungan, anak-anak mudanya kreatif dan wisata belanjanya menyenangkan”.  Cukup melegakan mendengar pujian mereka tentang Bandung.

Itulah yang terjadi. Bandung adalah paradoks. Kadang dirindu. Kadang dibenci. Bandung disukai karena suasana santainya, namun digerutui karena kemacetannya. Didatangi karena kualitas universitasnya, namun ditinggalkan karena minim peluang berkarirnya. Dipuji karena banyak ahli kota dan arsiteknya, namun diejeki karena minimnya inovasi dan kesemrawutan kotanya

Bandung adalah persilangan sebuah kota yang kaya dengan arsitektur bersejarah dengan lingkungan alam Parahyangan yang menenangkan hati. Di Bandung banyaknya perguruan tinggi yang didukung oleh stabilitas sosial yang terbuka dan kondusif adalah konteks unik yang melahirkan budaya kosmopolitan global yang berbeda dengan konteks kental religius ala Bali atau konteks patuh tradisi alaYogya.

Kosmopolitan dan kontemporer adalah karakter khas Bandung. Irisan dan persilangan unik khas Bandung ini melahirkan banyak peluang, terutama yang berkaitan dengan kekuatan ekonomi yang lahir dari tingginya kreativitas dan inovasi generasi mudanya. Ekonomi yang lahir dari kekuatan berpikir. Dari kekuatan ’human capital’ atau yang sering disebut dengan istilah’creative economy’.

***

Di tatar Parahyangan ini banyak tersembunyi kegiatan-kegiatan ekonomi berbasis inovasi dan kreativitas tanpa banyak kita hapal. Di Bandung terdapat pusat-pusat riset teknologi seperti LIPI, Pusat mikroelektronika, RISTI, MDIC, Eckman Center, Batan dan Microsoft Innovation Center at ITB. Di kota kreatif ini pula terdapat perusahaan teknologi seperti Omedata semikonduktor, LEN, INTI, CMI telkom, Harif Tunggal telekomunikasi, Daya Engineering, Quasar telekom dan  PT Dirgantara.

Di Bandung pula, peluang-peluang ekonomi kreatif berbasis gaya hidup atau lifestyletumbuh subur.  Factory Outlet hadir dengan omset milyaran rupiah perbulan. Industri Distro (distribution store) anak muda Bandung  yang kosmopolitan   dengan desainclothing unik tumbuh dengan super cepat dan menjalar ke kota-kota lainnya.  

Tidak heran, suasana kreatif dan alam yang unik di tatar Parahyangan ini membuat industri musik  pun berkembang. Grup musik terkenal seperti Peterpan, Seurieus, Mocca, Laluna, PAS, Rif, Elfa, Krakatau hadir berbarengan dengan belasan grup musik Indie seperti Changcuters, Burgerkill, Besides, Pure Saturday dan komunitas underground musik yang produktif di Ujung Berung. Galeri-galeri seni kelas internasional juga tumbuh pesat di bandung, seperti Galeri Barli, Galeri Sumarja, Galeri Jehan, Galeri Padi, dan Selasar Sunaryo yang aktif dengan kegiatan seni internasionalnya sebagai agenda agenda rutinnya.

Di dunia arsitektur, progresivitas berpikir dan desain eksperimental arsitek-arsitek Bandung  cukup jauh meninggalkan kota-kota lainnya. 70 persen-an pemenang sayembara nasional arsitektur selalu dari Bandung. Prestasi ini terjadi karena suasana komunitas, dialog dan iklim akademiknya yang kondusif dan inspiratif. Tahun 2007 URBANE menjadi satu-satunya firma kecil dari Bandung yang masuk 10 besar arsitek Indonesia verisi BCI awards, yang mengukur kerberhasilan firma arsitektur dari kuantitas nilai bisnisnya. Bahkan pemenang pertamaYoung Design Entrepreneur of the Year dari British Council, dimenangkan oleh warga Bandung 2 tahun beruturut-turut.


***

Di sisi lain, salah satu syarat menjadi kota kelas dunia adalah kualitas infrastruktur fisik kota dan ruang publiknya. Inilah kelemahan kota Bandung. Tidak ada kemajuan yang berarti dari segi pembanguan fisik dan sarana kota kecuali jembatan Pasupati. Sarana kota seperti Stadion Siliwangi yang sudah uzur, taman-taman kota yang tidak jelas konsepnya, Gelora Saparua yang sudah tidak layak pakai, adalah contoh-contoh buruknya. Dari sudut pandang prasarana, tragedi konser musik di Braga menjadi salah satu bukti, bagaimana aspirasi dan antusiasme kegiatan ekonomi kreatif tidak terwadahi oleh tempat yang layak.

Pemerintah kota dan propinsi seharusnya bisa melihat bagaimana investasi di fasilitas publik dengan arsitektur progresif bisa mengangkat ekonomi kota melompat ke level internasional. Seperti halnya kehadiran Museum Guggenheim di kota Bilbao Spanyol yang berdiri di bekas stasiun yang terbengkalai. Karena publikasi yang mendunia, sekitar empat jutaan pelancong datang ke kota tersebut hanya untuk melihat keunikan museum yang dirancang oleh superstar arsitek Frank Gehry. Jutaan pelancong itulah dalam 4 tahun yang membawa devisa 14 trilyun rupiah ke kota industri di Spanyol ini. Kesimpulannya, arsitektur publik yang baik dan progresif, seperti halnya Esplanade di Singapura atau Sydney Opera House di Australia, mampu menyumbangkan devisa yang besar bagi ekonomi kotanya.

Di sisi lain, pemerintah seringkali tidak mampu menahan pihak-pihak swasta yang tidak bertanggung jawab untuk berinvestasi namun merusak fisik kota Bandung atas nama investasi dan pertumbuhan ekonomi.  Rencana Babakan Siliwangi yang akan dikomersilkan,  kawasan Punclut yang digerus, beberapa Factory Outlet di Dago yang merusak karakter arsitektur Art Deco dan melanggar sempadan adalah contoh-contohnya.

Karenanya jangan heran jika banyak orang-orang pintar pergi dari Bandung setelah mereka lulus. Mereka hanya menumpang lewat. Mereka tidak melihat iklim kota Bandung dan sarana kotanya cukup kondusif untuk melakukan inovasi-inovasi dan bisnis yang selayaknya.  Sementara otak-otak kreatif yang tinggal dan berbisnis di Bandung hanya bisa  menggerutu dan bertahan semampunya tanpa bantuan dan dukungan yang signifikan dari pemerintah,


***

Kekuatan Bandung terbesar ada pada aset kualitas manusianya. Inilah kekuatan Bandung di masa depan.  Inilah tiket bersaing global. Jangan sampai ribuan orang-orang kreatif dan pintar ini selalu pergi ke Jakarta atau Singapura setelah mereka lulus sekolah di Bandung, Mereka harus diakomodasi untuk berbisnis dan berkarir di Bandung. Mereka harus distimulasi untuk mencintai kota Bandung. 

Karenanya pemerintah harus berinvestasi dengan 2 cara. Pertama, investasi dalam bentuk dukungan instrumen kebijakan ekonomi yang kondusif dan jangka panjang. Instrumen ini untuk mendorong investasi ekonomi kreatif mengalir dan eksis di Bandung. Sehingga orang-orang kreatif dan pintar dari luar kota pun mau dan tertarik untuk pindah ke Bandung dengan membawa kapital, ide-ide kreatif atau inovasi-inovasi bisnisnya.

Kedua, pemerintah harus berinvestasi memperbaiki infrastruktur dan sarana kota. Memperbaiki lalu lintas, memperbanyak gedung-gedung pertunjukan atau galeri, memelihara dan mempercantik bangunan-banguan bersejarah, berinovasi dalam ruang hijau kota atau menyuntikkan seni dalam penataan kawasan kota. Ingat, kreativitas dan inovasi mudah lahir dari wadah yang inspiratif.

Persaingan dunia bukan lagi antar negara, tapi antar kota.  Karena itulah strategi-strategi perencanaan kota yang inovatif  sudah dilakukan oleh kota London, Glasgow, Taipei, Singapura, Bangalore, Buenos Aires dalam merespon ekonomi baru ini. Kebijakan ekonomi kreatif yang responsif dan peningkatan kualitas sarana kota, bersatu kompak bagai dua sisi dalam satu koin uang. Pemerintah kota Bandung sudah saatnya berpikir inovatif diluar norma-norma standar pengelolaan kota-kota Indonesia. Kita harus berpikir dan berinovasi seperti kota-kota dunia.

”Bandung Kota Dunia” bukanlah hanya mimpi. Kita sudah punya modal awal yaitu aliran sumber daya manusia yang kreatif dan kompetitif berkelas dunia. Modal ini harus disempurnakan dengan kualitas sarana kota yang berkelas dunia pula. Inilah reposisi dan wajah baru  Bandung di era milenium. Wajah baru yang menyempurnakan era Bandung sebagai wajah pemersatu Asia Afrika tahun 1955.  Jangan biarkan mimpi ini mati sebagai mimpi. Mari sama-sama bekerja keras menghadiahkan masa depan yang indah untuk generasi cucu kita.


Kota dan Ruang Demokrasi


MASIH segar di ingatan kita, saat semua mata tertuju pada adegan beberapa mahasiswa mengibarkan bendera merah putih diatas kubah gedung MPR/DPR pada saat klimaks revolusi 1998 lalu. Adegan langka tersebut ternyata cukup menggelitik banyak pihak, karena selain rasa was-was akan rubuhnya struktur kubah gedung rancangan Ir. Suyudi almarhum ini, adegan tersebut juga menjadi simbol kembalinya kekuasaan rakyat atas gedung demokrasi yang selama ini asing dan berjarak dari rakyatnya.
Gedung rakyat yang dulu bernama Conefo ini selama puluhan tahun diam membisu, membiarkan proses demokrasi rakyat mengambil tempat di jalan-jalan umum, di kamar-kamar kos mahasiswa, ataupun di ruang-ruang marjinalkota. Fenomena ini telah menjadi gambaran umum bagaimana civic architecture seperti gedung perwakilan rakyat yang seharusnya menjadi simbol demokrasi dan selayaknya menyediakan ruang berdemokrasi untuk rakyat, justru dengan sengaja/tidak sengaja telah mengambil jarak, menjauhi dan akhirnya dijauhi oleh rakyatnya.
Menurut pakar sejarah arsitektur Charles Jencks, demokratis tidaknya si penguasa bisa dilihat dari hangat tidaknya interaksi mereka dengan rakyatnya, dan dari tersedia tidaknya arsitektur atau ruang interaksi demokrasi publik yang disebut Leon Krier sebagai res publica. Sejarah telah banyak bicara bagaimana arsitektur begitu mudah diselewengkan menjadi alat untuk mengekspresikan keangkuhan kekuasaan. Belasan bangunan-bangunan publik di Uni Soviet dan Jerman ketika rejim Stalin dan Hitler berkuasa merupakan saksi bisu terhadap pemerkosaan konsep civic architecture tersebut.. Hal tersebut diperparah dengan banyaknya contoh bagaimana esensi orisinil mengenai demokrasi yang menjadikan rakyat sebagai subjek dan penentu kekuasaan, telah bergeser jauh dan hanya menempatkan peran rakyat sebagai penonton pasif dari sebuah kekuasaan.
Kata demokrasi lahir dari kata Yunani demokratia yang artinya “rule by the common or poor” atau aturan-aturan yang lahir dari rakyat untuk mengatur hak mereka dalam berpartisipasi dalam urusan-urusan publik. Menurut Jencks, walaupun konsep demokrasi ini tidak bisa dibandingkan dengan sebuah agama atau religi, namun konsep ini telah terbukti bisa mewadahi beragam kepentingan yang berseberangan. Demokrasi dianggap bisa menyeimbangkan kepentingan antara golongan kiri dengan kanan, antara golongan intelektual dengan philistine atau udik, ataupun antara penganut agama yang taat dengan kaum agnostic atau atheis.
Dari Yunani Kuno sampai Kota Solo
Agora di jaman Yunani kuno adalah ruang publik tempat seluruh lapisan masyarakat berinteraksi. Aktivitas berdagang, bermain, berdiskusi, berdebat dan berteriak melontarkan pendapat di depan publik adalah kegiatan sehari-hari yang menjadi esensi dari semangat demokrasi yang lahir di agora ini. Kecilnya skala negarakota atau polis sebagai kesatuan komunitas di Yunani kuno ini, memungkinkan setiap orang berhak untuk melontarkan ide dan didengar langsung pendapatnya oleh publik. Interaksi sosial sebagai esensi demokrasi di agora ini mungkin bisa kita lihat di episode film seri televisi Hercules.
Dalam perkembangan atmosfir berdemokrasi di agora ini, kemudian lahirlah beberapa tipologi fungsi arsitektur seperti Bouleuterion (bangunan legislatif), Prytaneion (bangunan eksekutif), Heliaea (bangunan yudikatif) dan Stoas (bangunan media untuk pameran, berdiskusi dll.). Kehadiran fungsi-fungsi baru tersebut tidaklah menjadi over dominan. Keberadaannya justru memperkuat eksistensi agora sebagai entiti arsitektur demokrasi yang paling luhur dan paling penting.
Arsitektur sebagai elemen demokrasi semestinya lahir dari prinsip res publica yang menjadikan arsitektur sebagai monumen sekaligus ruang yang melahirkan spontanitas politik publik atau ruang tempat collective power masyarakat tumbuh dan berkembang. Menurut Leon Krier, jika prinsip res publica ini terpenuhi, dan secara harmonis mau berinteraksi dengan fungsi res privata seperti jalan-jalan umum, ruang terbuka kota dan fungsi privat kota lainnya, maka akan terbentuklah apa yang Krier sebut sebagai the true city atau civitas.
Namun tidak demikian halnya dengan gedung-gedung pemerintahan atau ruang-ruang publik di kota kita, dimana democratic symbol dan attitude justru saling bertolak belakang. Gedung perwakilan rakyat yang dipagari tinggi-tinggi, rumit dan sulitnya akses ke halaman sebuah balai kota, diaturnya secara ketat jam pemakaian sebuah ruang terbuka atau taman, adalah contoh bagaimana arsitektur dan ruang kota hanya dimaknai sebagai sebuah aset kekuasaan dari sebuah rejim politik yang berkuasa.
Pergeseran makna res publica tadi diperburuk dengan angkuhnya mentalitas para pelaku kekuasaan dimana filosofi luhur ‘abdi rakyat’ itu perlahan-lahan lenyap dari kamus sehari-hari mereka. Tidaklah mengherankan jika akumulasi kekecewaan sosial rakyat ini akhirnya bermuara pada banyaknya kasus pengrusakan aset-aset pemerintah, mulai dari pengrusakan kantor kecamatan sampai pembakaran sebuah balai kota yang sempat kita saksikan di kota Solo. Terlepas dari ada tidaknya provokator politik, penghangusan balai kota yang dilakukan oleh sebagian rakyat Solo ini memang cukup mengherankan banyak pihak, apalagi jika dikaitkan dengan karakter wong Solo yang dikenal lemah lembut itu.
Contoh lainnya bisa tercermin pula dari banyaknya rumah-rumah dinas gubernur/bupati yang dibangun atau direnovasi dengan dana milyaran yang diperas dari pajak rakyat sendiri. Ironisnya, dana fantastis itu ternyata hanya menghasilkan kumpulan arsitektur Narcissist, arsitektur yang gemar bersolek dan memuja dirinya sendiri. Hal di atas ternyata masih relevan dengan kritikan Romo Mangun terhadap gedung-gedung pemerintahan di Jakarta: “..Sampai terjadi, arsitektur gedung DPA di Jakarta berbentuk luar bahkan warnanya pun pleg-persis dengan gedung-gedung berarsitektur Germania Hitler, buah hasil retorika, patetik dan patologis Menteri PU Nazi Albert Speer..”
Kecewa? Ternyata penguasa telah siap dengan sejumlah alasan klasik berupa pembenaran yang menyatakan bahwa rakyat mendambakan rumah dinas gubernur/bupati yang mewah dan bisa dibanggakan. Dengan mudahnya mereka mengatasnamakan rakyat, tapi rakyat yang mana sebenarnya yang mereka wakili?. Hal ini kontras sekali dengan kesederhanaan arsitektur kediaman Perdana Menteri Inggris di Downing Street No. 10 di London yang begitu menyatu dengan riuh rendahnya kota London. Rumah dinas ini konon sengaja dirancang sebagai simbol bahwa pemerintah Inggis adalah pelayan rakyat.
Privatisasi ruang publik dan dibatasinya secara ketat penggunaan ruang-ruang terbuka kota adalah masalah krusial lainnya yang harus kita lawan. Contoh paling menarik adalah dengan dipasangnya pagar pengaman di sepanjang plaza linier dari arah Gedung Sate ke arah Monumen Perjuangan Jawa Barat di kota Bandung. Pihak Pemda dengan pelitnya hanya membuka ruang terbuka ini di setiap akhir minggu, selebihnya masyarakat dilarang berinteraksi di ruang terbuka ini, apapun alasannya.
Tidak adanya pemahaman bahwa ruang terbuka kota sebenarnya menjadi hak publik untuk bersosialisasi, berinteraksi dan berdemokrasi, adalah pola pikir feodal dari pihak penguasa dalam memandang arsitektur dan ruang kota sebagai aset kekuasaan. Bagi mereka, pengamanan fisik beragam monumen bisu berikut ruang terbuka disekelilingnya ternyata lebih penting ketimbang upaya memberdayakan public realm sebagai tempat interaksi sosial dan kegiatan berdemokrasi masyarakat.
Jika alasan keamanan atau mahalnya biaya pemeliharaan sering mucul sebagai alasan, maka secara tidak langsung hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya penguasa tidak siap dan tidak mampu dengan proyek-proyek utopis dan ambisius mereka sendiri. Proyek-proyek ambisius sepihak ini seringkali dibangun dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat banyak, padahal dengan angkuhnya berdiri di atas tanah hasil penggusuran-penggusuran rumah dan tanah rakyat mereka sendiri. Bahkan di kalangan warga di Kota Bandung muncul anekdot yang menyebut monumen di depan Universitas Padjajaran ini sebagai “Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat yang digusur oleh Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat”.
Dari aksi Semanggi sampai demokrasi Romawi
Langkanya arsitektur dan ruang kota sebagai media untuk mengekspresikan keinginan rakyat, menyebabkan interaksi politik, debat publik, protes sosial dan demonstrasi akhirnya banyak mengambil tempat di jalur-jalur umum dan simpul-simpul penting kota. Jalan Jenderal Sudirman, Semanggi, Bundaran HI, adalah lokasi-lokasi ‘favorit’ dari setiap demonstrasi atau aksi politik rakyat dikota Jakarta. Semboyan ‘revolusi lahir di jalanan’ kelihatannya telah menjadi jargon dan fakta nyata dari proses berdemokrasi masyarakat kita.
Dampak kerugian secara sosial dan ekonomi pun akhirnya tak terhindarkan. Banyak warga kota ketakutan, khawatir dan akhirnya menghentikan aktivitas sosial maupun kegiatan ekonominya jika mendengar adanya aksi politik yang mengambil tempat di jalanan atau di simpul kota. Kemacetan lalulintas, tutupnya toko-toko atau sekolah, aksi vandalisme dan anarki akhirnya menjadi sesuatu yang lumrah dalam proses demokrasi ‘jalanan’ masyarakat kita
Matinya arsitektur sebagai elemen demokrasi, menurut Jencks dapat dibagi menjadi tiga hal: kesengajaan menjauhkan lokasinya dari eksisting struktur kota yang ada; angkuh atau monolit dalam ekspresi arsitektur; atau tidak tersedianya ruang positif yang mengundang warga kota untuk melakukan interaksi sosial dalam proses berdemokrasi.
Berbeda dengan Roman Forum di jaman Romawi yang menjadikan arsitektur dan plazanya sebagai jantung kegiatan demokrasi publik, simbol-simbol demokrasi seperti gedung MPR/DPR kita kelihatannya hanya menjadi simbol demokrasi yang semu. Hal ini bisa dilihat dari jarangnya kehadiran publik secara sukarela dan belum terwujudnya interaksi demokrasi sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. Keberhasilan menempatkan arsitektur dan ruang positif kota sebagai elemen demokrasi di Roman Forum ini kemudian banyak ditiru oleh negara Barat termasuk Perancis dan Amerika dalam merancang ibu kotanya.
Kita memang belum punya ruang positif kota sekelas the Champs-Élysées di Perancis atau Washington Mall di Amerika yang dirancang sebagai media atau ruang interaksi berdemokrasi rakyat. Namun setidaknya hal ini bisa menjadi bahan pemikiran bagi para penguasa dan para arsitek/perencana kota dalam mendukung kehidupan berdemokrasi yang sehat melalui penyediaan ruang positif kota maupun arsitektur res publica yang kita dambakan bersama.

Bandung Tempo Dulu Part 1



                                         Sejenak kita mengenang masa lalu di Kota Bandung

Revitalisasi Sistem Transportasi Kota Bandung

PERKEMBANGAN lalu lintas kendaraan bermotor saat ini terlihat semakin mengkhawatirkan bagi kenyamanan hidup di Kota Bandung. Suatu kondisi, saat kelancaran kegiatan pembangunan sosial, ekonomi, dan budaya kota, terlihat semakin menurun. Kondisi yang semakin parah saat ini tidak hanya terjadi di jalan protokol, akan tetapi hampir di seluruh sudut ruang kota.
Kemacetan lalu lintas akibat berlebihannya kendaraan bermotor, telah mengakibatkan pengotoran udara yang melampaui ambang batas kelayakan. Bukan hanya sarana jalan semakin tidak mampu menampung beban kendaraan, tetapi polusi udara, polusi suara, dan polusi visual yang semakin mengganggu kesehatan dan kemra-manan hidup. Ditambah satu lagi gangguan terhadap kenyamanan hidup, yaitu semakin meningkatnya temperatur udara kota Bandung saat ini (T. Bachtiar, “PR”, 5/5)
Contoh pemecahan permasalahan transportasi yang dilakukan negara maju, mudah-mudahan selanjutnya akan dapat menggambarkan tentang hasil usaha manusia dalam mewujudkan kem-amanan lingkungan hidup dalam kota besar.
Transportasi Singapura Bila negara-negara Barat sudah lebih dari setengah abad membangun sistem transportasi modern, maka negara tetangga seperti Singapura juga telah lama berusaha memanfaatkan sistem green transportation, dengan mengembangkan MRT (mass rapid transportation) lebih dari 20 tahun yang lalu. Sebuah lembaga yang dikenal dengan nama URA (Urban Redevelopment Authority), telah menangani berbagai bidang pembangunan kota, dan di bawahnya terdapat badan otoritas yang menangani khusus masalah transportasi, dengan nama Land Transport Authority.
Pada tahun 1987, Singapura telah meresmikan suatu sistem transportasi massa cepat di bawah tanah yang disebut subway atau ground railway, serta jalur kendaraan di atas permukaan tanah atau monorail. Suatu sistem transportasi massa yang pada umumnya menggunakan kereta listrik. MRT ini sebagian besar berada di kawasan kota, serta merupakan salah satu sistempengangkutan-massa modern yang menjadi tulang punggung kehidupan kota, rang dikembangkan terus sampai saat ini.
Kini sistem ini memiliki jalur kereta cepat, dengan panjang lebih dari 120 kilometer, serta memiliki 70 stasiun subway. Perusahaan .transportasi ini juga mengoperasikan bus dan taksi, sehingga pelayanan transportasi massa kota, dapat dilaksanakan dengan lebih modern dan terkoordinasi dengan baik.
Ditinjau dari sudut kemudahan teknik konstruksi, subway biasanya dibangun di bawah jalan utama dengan kedalaman yang cukup besar. Sementara untuk lebih memperpendek tujuan manusia (shortcut), banyak jalur subway yang memotong di bawah sungai. Untuk sirkulasi vertikal manusia menuju dan dari subway, menggunakan eskalator yang sangat memberikan kemudahan dan kenyamanan kepada penumpang.
Titik awal MRT Kota Bandung
Bila warga Jakarta meminta pemerintah kotanya segera membenahi transportasi massa kotanya agar lebih memadai, aman, nyaman dan murah, sehingga warga pun akan dapat beralih dari sepeda motor ke transpotasi-massa. Tentunya warga Kota Bandung seharusnya juga berbuat demikian, sehingga dengan jumlah sepeda motor yang dianggap pemerintah mengganggu transportasi kota, akan semakin berkurang.
Pemerintah kota seharusnya segera melakukan revitalisasi sistem angkutan massa yang ada, menjadi sistem yang lebih modern, agar transportasi massa cepat lebih dapat berperan menjadi tulang punggung pembangunan kota. Walaupun sudah terlalu terlambat dan tertinggal dengan negara-negara maju, MRT modern harus menjadi rencana pembangunan pemerintah, untuk mengangkat kembali keterpurukan lalu lintas kota Bandung. Prioritas pembangunan ini seharusnya df-jadikan landasan rencana tata ruang kota, dan realisasi pembangunan kotanya akan menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik
Dengan dimulainya busway Bandung, kelihatannya pemerintah kota sudah mulai sadar bahwa kota harus
memiliki sistem transportasi massa \ang bermutu. Suatu tindakan yang dapat dimulai dengan perbaikan sistem bus yang ada yang dilanjutkan dengan berbagai bentuk bus yang lebih efisien, seperti bus bertingkat, bus gandeng, dan bahkan bus listrik, akan lebih baik. Untuk kawasan dengan jalan yang tidak terlalu lebar, dapat menggunakan bus sedang atau minibus. Kota memang tidak mungkin menghindarkan diri dari sistem transportasi modern ini. Beberapa kal telah ada berita tentang keinginan kota Bandung penggunaan sistim monorail, mudah-mudahan dapat segera mewujudkanimpian ini.
Kesempatan PT Kereta Api
Pengadaan transportasi massa yang nyaman dan cukup murah, memang seharusnya menjadi tanggungjawab pemerintah. Bila kemampuan angkut satu bus umum sama dengan empat sampai lima angkot atau mobil pribadi, dapat dibayangkan bagaimana akan berkurangnya kemacetan lalu lintas kota. Selain itu, transportasi untuk masyarakat menengah ke bawah pun akan terpenuhi, sehingga keinginan masyarakat untuk memilikikendaraan pribadi akan dapat dikendalikan.
Biaya pembangunan sistem MRT yang menggunakan energi listrik yang tinggi pasti akan menjadi kendala yang akan dihadapi, akan tetapi apabila dibandingkan dengan berbagai kerugian dan kerusakan lingkungan, serta kerugian lainnya yang ditimbulkan berupa kemacetan lalu lintas kendaraan bermotor, seperti menurunnya kualitas udara kota. Dengan demikian sistem MRT menggunakan tenaga listrik, harus menjadi salah satu pilihan sistim .yang terbaik untuk masa kini dan masa depan kota Bandung. Ke-bangkitan PT Kereta Api sangat dibutuhkan, untuk turut membangun masa depan sistem MRT di kota-kota besar di Indonesia.
Kenyamanan hidup manusia di dalam kota-kota besar di Indonesia harus direncanakan dengan sangat teliti, dan diharapkan akan dapat mulai diwujudkan, dengan kerja sama bidang keilmuan dan antarlembaga pemerintah, serta pihak swasta. Pemerintah selain perlu mulai berusaha dalam menangani masalah pemanasan udara kota, dan pemanasan gobal dunia. (Dibyo Hartono, pengamat lingkungan hidup, Bandung Heri-tage)***
Blog ini tempat dimana kita bisa share tentang berbagai masalah terutama dunia arsitektur dan tempat kita menuangkan ide-ide.